Cerpen Anak
Sekitar beberapa tahun yang lalu, ada seorang anak kecil bermain di sungai. Orangtuanya
tak tahu kalau anak mereka menuju ke sungai untuk bermain. Lalu anak yang
bernama Intan Mutiara itu terseret arus yang lumayan deras di sungai itu.
Untungnya, dia dapat menyelamatkan diri. Kemudian Intan, begitu anak kecil itu disapa, segera berjalan menuju ke rumahnya.
Keadaannya sangat tragis. Tubuhnya basah
kuyup dan napasnya tidak teratur. Tapi dia terus berusaha untuk sampai di
rumah. Sayangnya, Tuhan berkata lain. Dia meninggal ketika
tiba tepat di samping rumahnya. Sekitar setengah jam
kemudian anak itu ditemukan oleh ibunya sendiri ketika sang ibu hendak menuju
ke sumur samping rumah,
mengambil air untuk memasak. Dan
sejak saat itu desas-desus bahwa arwahnya bergentayangan di sungai terus terdengar.
***
”Kita akan ke sungai itu sore ini. Kau mau
ikut?” tanya Nila pada Sofi
terlihat masih asyik mewarnai gambarannya.
”Aku tak berani. Di sana berbahaya. Ibuku
pasti melarangku pergi,” tolak Sofi sambil menata pensil warna yang dipakai Nila.
Nila dan Sofi adalah sahabat sejak mereka
duduk di kelas tiga sekolah dasar. Rencananya mereka akan bermain di sungai yang
terletak di ujung gang desa. Menurut desas-desus yang ada sungai itu angker dan
pernah menghilangkan seorang anak kecil.
Nila tak percaya akan cerita itu. Dia tak
takut. Maka dia berencana
akan bermain ke sungai sore ini. Nila akan mengajak beberapa teman sanggar
tarinya untuk bermain ke sana. Sekitar pukul empat sore mereka akan menuju ke
sungai itu.
”Itu hanya cerita yang tak masuk akal.
Masa hanya gara-gara hilangnya seorang anak kecil saja sungai itu bisa jadi
angker. Lagipula akhirnya anak itu di temukan di dekat rumahnya,” bujuk Nila.
”Tapi tetap saja anak itu ditemukan tak bernyawa,” kata Sofi sambil bergidik.
”Masih sore Sofi, kau ini penakut sekali sih,” sambil menepuk pelan bahu
sahabatnya itu.
Sofi diam.
”Baiklah... aku akan ikut kalian. Aku akan
ikut,” kata Sofi akhirnya. Sebab dia tak ingin dikatakan penakut oleh Nila.
Maka sorenya, mereka berangkat menuju ke sungai yang dimaksud. Sofi tak
mengatakan pada ibunya, jika sore akan menuju ke sungai. Sebab kebanyakan dari
penduduk desa masih mempercayai desas-desus itu. Terutama kaum ibu-ibu.
”Kalian percaya tidak, jika setiap tiga jam sekali akan terdengar jeritan anak kecil. Seorang
gadis?” tanya Nila sambil menuruni undakan yang mengarah menuju ke sungai.
Yang lain saling pandang sambil mengangkat
bahu.
”Aku sedikit percaya. Sebab sungai ini
sudah lama tak dipakai oleh para penduduk desa untuk mencuci pakaian apalagi mandi,” jawab Imel salah satu teman sanggar
tari Nila. ”Mereka lebih banyak menggunakan sungai yang ada di persawahan dekat
pabrik teh itu.”
Sofi berjalan berdampingan dengan Nila.
”Kau masih takut?” tanya Nila sambil
menatap Sofi yang sedari tadi
terlihat diam.
Sofi menggeleng. Walau dalam hati kecil Sofi,
dia masih takut. ”Kita lihat saja nanti.”
Nila, Sofi, dan anak-anak yang lain segera
bermain di sungai itu. Sebenarnya sungai itu mempunyai air yang jernih. Namun, keadaannya sungguh suram. Tak mengenakan.
Byuurrr...!!!
Nila dan tiga orang temannya menceburkan
diri ke dalam air sungai itu. Tampaknya mereka lupa tidak memperhatikan laju arus. Karena tiba-tiba alirannya lumayan deras. Mereka
terseret-seret arus itu. Sofi
dan seorang teman Nila berteriak-teriak dan berusaha menyelamatkan mereka. Keadaan
saat itu panik. Sofi berjalan kesana-kemari. Bingung hendak melakukan apa.
”Nila! Berta! Ami! Eni!” teriak Kilna.
Sofi segera mencari sebatang ranting kayu.
Nila dan ketiga temannya berusaha berenang
ke tepi. Butuh waktu lima belas menit mereka berusaha.
”Pegang ranting ini!” suruh Sofi sambil
mengarahkan ranting pada Nila dan Berta.
”Ami! Eni! Tangkap rantingku!” pekik
Kilna.
Dan akhirnya mereka berhasil selamat
berkat bantuan Sofi dan Kilna. Untungnya, Ami juga selamat meski sempat
kesulitan untuk meraih ranting yang diulurkan oleh Kilna.
”Lebih baik kita pulang saja. Ayo,” ajak
Sofi.
”Tidak!” tolak Nila bersikeras sambil
mengeringkan badannya yang basah kuyup.
Sofi duduk di samping Nila,”tapi kita sekarang basah kuyup. Ganti baju dulu,
lalu kita kemari lagi.”
”Tak apa. Sebentar lagi,” kata Nila sambil
bangkit dari duduknya dan berjalan-jalan di sekitar sungai. Nila terlihat seperti mendengar suara.
”Nila, jangan-jangan anak itu ada di
sekitar kita sekarang?” tebak Ami sambil memandang berkeliling.
”Benarkah?” tanya Kilna bergidik.
”Bulu kudukku berdiri semua,” ujar Berta
sambil merapatkan diri pada Ami.
Tiba-tiba terdengar suara samar-samar anak
kecil. Kira-kira lima tahun.
”Hey.. aku mendengar suara,” celetuk Berta
tiba-tiba sambil menajamkan telinga.
Nila segera berjalan ke dekat mereka.
”Ah... kau jangan asal bicara?”
Tapi semua kemudian diam. Mencoba
mendengarkan suara itu. Dan ternyata benar. Memang ada suara anak kecil.
”Kak! Kak!” panggil suara itu.
Makin lama makin dekat. Semua anak
merapatkan tubuhnya. Ternyata nyali Nila kecil juga walaupun dia berani.
”Kak Sofi... kak Nila!”
Ternyata itu adik Sofi yang baru berumur
lima tahun. Namanya Arlin. Ketika tahu asal suara itu, semuanya mendesah
tenang.
”Kau rupanya,” kata Nila sambil mengurut
dada.
”Ku pikir hantu anak itu,” celetuk Ami
sambil menatap adik Sofi itu.
Gadis kecil berkepang itu segera mendekati
Sofi.
”Kenapa kau kemari?” tanya Sofi sambil
memeluk adiknya.
”Ibu yang menyuruhku mencari kakak, sudah
hampir maghrib. Kakak harus pulang,” jelasnya.
”Baiklah kita pulang,” kata Nila.
Mereka pun berjalan pulang ke rumah
masing-masing.
”Hati-hati di jalan ya,” kata Nila pada
keempat temannya yang lain ketika mereka berada di persimpangan jalan.
Ami, Berta, Eni, dan Kilna pun melambaikan
tangan ke arah Nila, Sofi, dan Arlin sebagai tanda perpisahan.
”Ternyata cerita angker, ada suara anak kecil itu memang tak nyata. Aku tadi hanya kurang berhati-hati,”
kata Nila pada Sofi,”seharusnya
kita tidak asal menceburkan diri di sungai. Lihat dulu arusnya, tenang atau
deras. Untung kita selamat.”
”Iya, betapa konyolnya aku
ini. Percaya pada
hal-hal semacam itu,” Sofi pun tertawa riang. Nila dan Arlin pun ikut tertawa dengan Sofi.
Mereka pun bergandengan tangan.
”Dan aku bukan hantu,” sambung Arlin.
Walaupun memang benar ada seorang anak
yang meninggal akibat terseret arus di sungai itu, tapi sungai yang angker itu
hanyalah cerita bohong. Memang benar ada anak yang meninggal akibat arus deras
dari sungai itu. Namun, sungai itu tak menjadi angker. Dan tak
ada suara anak kecil setiap tiga jam sekali. Jadi, jangan mudah percaya
perkataan orang yang belum ada buktinya apalagi takhayul. Oke!
Penulis: Yuna Chan